Tergugat Jhon akang dan istrinya Winda Asriany selaku pemilik sah lahan seluas 7.409 meter persegi di Desa Margasari Hilir, Kecamatan Candi Laras Utara, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, melaporkan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Rantau ke Komisi Yudisial (KY), Selasa (24/6/2025).
Laporan itu, didasarkan pada dugaan pelanggaran kode etik selama proses persidangan perkara perdata sengketa lahan.
Adapun hakim yg dimaksud adalah
Hakim Ketua Achmad Iyud Nugraha,
Hakim anggota Dwi Army Okik Arissandi dan Fachrun Nurrisya, serta Panitera Mulyadi
Menurutnya, selama proses persidangan ada sejumlah kejanggalan. perubahan jadwal sidang tanpa pemberitahuan kepada tergugat. Selain itu, kata Winda, pihaknya tidak diberikan akses terhadap bukti dokumen asli dari pihak penggugat.
“Sikap Ketua Majelis Hakim yang menyiratkan keberpihakan, Ketua majelis berulang kali bilang ‘kalau tidak puas, kan bisa banding atau kasasi’. Seolah kami sudah pasti kalah sebelum diputus. Ini merusak harapan kami atas keadilan,” kata Winda kepada wartawan saat ditemui di Gedung KY, Selasa (24/6/2025).
Ia juga menyoroti ketidakterbukaan atas Berita Acara Sidang (BAS) yang tidak pernah diperlihatkan kepada pihaknya, meskipun sudah diminta secara resmi oleh kuasa hukum.
“Majelis hakim merubah jadwal persidangan tanpa konfirmasi atau persetujuan dari para pihak yang berperkara, dan ini sangat merugikan saya sebagai tergugat,” jelasnya.
“Majelis tidak mengizinkan kami melihat atau memeriksa bukti asli (dari) penggugat, kami (tergugat) tidak diberi kesempatan,” imbuhnya.
Tak hanya dugaan pelanggaran etik, Winda juga menyampaikan keberatannya terhadap substansi putusan PN Rantau yang menyatakan sertifikat hak milik (SHM) yang dimilikinya tidak mengikat secara hukum. Ia menilai, putusan tersebut telah melampaui kewenangan pengadilan negeri
“Keabsahan SHM seharusnya diputuskan oleh PTUN, bukan PN. Bahkan penggugat mendasarkan klaimnya hanya pada SKKT (surat keterangan keadaan tanah) yang tidak terdaftar di buku register desa margasari hilir. Kepala desa sendiri menyatakan SKKT itu tidak sah,” katanya.
Winda berharap, KY segera dapat menindaklanjuti aduannya dan memberikan sanksi tegas kepada para hakim yang dinilainya tidak menjunjung keadilan dan kejujuran. Ia juga berharap agar hakim di tingkat kasasi dapat menilai perkara ini secara objektif berdasarkan bukti dan fakta hukum.
“Pemerintah sudah menaikkan gaji hakim hingga 280 persen. Maka sudah sewajarnya mereka bersikap profesional, jujur, dan adil dalam menjalankan tugas,” jelasnya.
Winda menjelaskan, ia bersama kuasa hukum telah digugat oleh PT Kharisma Alam Persada melalui perkara Nomor 11/Pdt.G/2024/PN.Rta di PN Rantau sejak Oktober 2024.
Majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara tersebut terdiri dari Achmad Iyud Nugraha selaku Ketua Majelis Hakim, Dwi Army Okik Arissandi dan Fachrun Nurrisya Aini selaku Anggota majelis hakim.
Winda menjelaskan, tanah yang dibelinya telah di balik namakan sejak 2015 oleh suaminya. Namun, selama sembilan tahun terakhir telah digunakan sepihak oleh PT Kharisma Alam Persada sebagai akses jalan bagi kendaraan angkut hasil sawit dan material pabrik.
“Keluar masuk membawa sawit dan mereka menanam pipa air atas izin Kementerian PUPR di tanah saya sepanjang 7 km tanpa seizin saya,” tuturnya.
Penggunaan tersebut, kata Winda dilakukan tanpa persetujuan, tanpa dokumen kerja sama, dan tanpa pembagian hasil apa pun kepada pemilik tanah.
“Saya dirugikan karena tanah saya digunakan tanpa izin oleh perusahaan. Tapi yang lebih menyakitkan, saat kami digugat malah kami merasa tidak mendapat perlakuan adil dari majelis hakim,” pungkasnya. ( ( Winda Arsyani )
Berita, Download, Serba-Serbi, Wisata
Berita